Friday, July 12, 2013

Ice-breaking: Tradisi Obrolan Gue & Ayah


“Do we still have good people who are willing to be the President?” Pertanyaan besar yang masih bikin gue penasaran (banget) sampai sekarang. Kayanya, semakin dalam seseorang menggali makna politik, semakin banyak pertanyaan yang bakal muncul di kepalanya. Rata-rata, nggak bakal gampang percaya dan cenderung skeptis.

Tanggal 3 Juni kemarin, gue mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. It’s gonna be a two-month holiday, yay! Udah pasti gue kangen sama keluarga, sama masakan nyokap, lelucon bokap, obrolan ngalor-ngidul bareng dua abang gue, dan teman-teman lama.

Nggak kaya biasanya, dimana setiap sampai bandara gue disuruh pulang naik X-trans, kali ini bokap langsung jemput gue di bandara. Bokap dan gue punya suatu tradisi ketika kita ngobrol berdua (dan paling sering didalam mobil menuju suatu tempat), mau dimulai dengan topik apapun itu, pasti berujung pada pembicaraan tentang politik. Sering banget gue coba break the ice dengan melempar pertanyaan yang sekiranya nggak ada hubungannya sama politik:

Ice-breaking #1 (di jalan pulang dari Bandara)

Gue: Udah mau puasa ya, pah? Wah, harus ngurangin nonton acara Pak Bondan nih.
Papah: Tanggal 9 puasanya. Eh, kamu udah mau skripsi kan? Kamu bahas tentang Pak Bondan aja, dia dulu wartawan investigatif buat Suara Pembaruan, ngebongkar Kasus Busang. Menarik banget lho, Bing.
Gue: Dia wartawan?! *dengan malunya gue baru tahu kalau Pak Bondan dulunya wartawan*

Ice-breaking #2 (pas lagi on the way ke Depok)

Gue: Kenapa macet mulu sih di Depok?!
Papah: Coba kamu liat sendiri, Bing. Gini nih, pemerintah kita nggak becus! Macet banget gini dan nggak ada satupun polisi yang ngatur.

Pulang kampung, ngobrolin politik, di kampus juga ngomongin politik (udah pasti). Kalau lagi nongkrong bareng teman-teman juga ada aja yang ngomongin politik. Gue rasa bukan gue doang yang berada dalam situasi kaya begini. Maksud gue, orang yang nggak bergelut dalam dunia politik juga pasti ngomongin politik. Somehow, we just can't avoid it.

Sesering apapun itu, sampai sekarang gue tetap aja belum bisa menjawab "masih ada nggak sih manusia yang baik, yang pengen jadi presiden?"

Pernah sekali dijawab sama bokap gue, kalau pemilu itu sebuah perlombaan demi mengamankan kelompok tertentu. Tepatnya, bukan untuk memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat, melainkan pelarian dari sebuah masalah -- masalah yang sedang dihadapi oleh para Capres dan Cawapres.

Menurut gue, jawaban itu masuk akal. Kalaupun ada manusia yang baik, bermoral jujur, beretika sopan, dan sebagainya, kemungkinan kecil dia mau terjun dalam sebuah partai atau pemilu. So, is politics the solution for those who aren't good people? Kenapa harus dipelajari kalau begitu? Supaya kita bisa jaga-jaga sama orang-orang kaya begitu?

Mempertanyakan politik sama aja kaya mempertanyakan tuhan bagi orang-orang ateis.

2 comments: