Sunday, July 21, 2013

Jejak Langkah Sate Padang Menjadi Tongseng

Populasi stasiun Mampang, ayo tebak gue di sebelah mana?

Hari Rabu kemarin, tepatnya di sore hari sehabis gue tidur siang, gue terima sebuah e-mail dari sica@wego.com yang menyatakan bahwa gue terpilih sebagai salah satu kandidat program magang Wego Indonesia (www.wego.co.id). Wego adalah perusahaan informasi teknologi yang bergerak didalam scope travelling, domestik dan manca negara.

Awalnya, gue pikir e-mail ini sama kaya email-email lainnya yang perlu gue unsubscribe atau yang pantas gue pindah ke spam folders. But no, e-mail ini bagaikan sedaun pohon pisang berbentuk piring Sate Padang; makanan buka puasa yang paling bisa bikin gue tersenyum ala the Jocker :)

Sica adalah salah satu editors Wego Indonesia yang membawa kebahagiaan disaat mata gue masih terlihat sipit.

Meskipun baru diloloskan sebagai kandidat dan belum secara resmi dinyatakan lolos sebagai intern, seenggaknya gue nggak perlu lagi mikirin, "hm, kirim CV kemana lagi ya buat magang liburan ini"... karena itulah kesibukan gue belakangan ini selain menyiapkan judul skripsi. Sekarang gue cukup mempersiapkan tahap kedua biar resmi jadi intern.

Sama Sica gue dikasih 2 pilihan hari wawancara; Kamis atau lusa. Seluruh sesi wawancara dilaksanakan mulai pukul 09:00 - 14.00.

Setelah bermondar-mandir ke kamar abang gue buat nanya-nanya hari apa sebaiknya gue diwawancara, gue langsung memilih hari Kamis jam 10.00 teng setelah abang gue bilang, "you snooze, you lose". Which, in some ways, I thought was very motivating.

Malamnya buat mastiin supaya wawancara besok lancar, gue mulai menelusuri beberapa contoh pertanyaan yang sekiranya bakal ditanyakan sama staff Wego Indonesia. Dari sekian banyaknya pertanyaan (yang ujungnya membuat gue tidur terlelap), gue highlight 5 pertanyaan yang menurut gue penting buat dipahami:
  1. Mengapa kamu memilih untuk magang disini? 
  2. Seandainya kamu diberikan tugas yang nggak kamu sukai, apa yang akan kamu lakukan? 
  3. Bagaimana kamu memandang diri kamu saat ini? Disiplin, perfeksionis, keras kepala, atau gimana? 
  4. Apakah kamu memiliki inisiatif? Ceritakan satu inisiatif yang telah kamu ambil. 
  5. Siapakah peran yang paling berpengaruh dalam kehidupanmu?
Sedikit banyak, itulah yang gue save dan namakan, "Contoh Pertanyaan Interview.doc" di otak gue sebelum tidur.

Paginya, beberapa jam sebelum waktunya gue harus berangkat, gue mencoba menjawab 5 pertanyaan itu (dikamar, terkunci, dan cermin) supaya gue yakin kalau gue akan bisa menjawab pertanyaan wawancara nanti.

Pukul 08.00, gue berangkat ke stasiun kereta api Serpong. Dan kemudian terperangkap dalam tradisi setiap orang yang berada didalam kereta pagi yaitu, berdiri selama perjalanan ke Tanah Abang karena penuh dengan populasi Jakarta yang udah kelewat batas wajar, turun dan ganti kereta menuju Sudirman, dan tiba di halte Depkes dari Dukuh Atas dengan tampang lesu.

Disinilah kantor Wego Indonesia, daerah Rasuna Said; daerah macet, daerah masyarakat terburu-buru, daerah "time is money", daerah rush-hour, daerah "survival of the fittest", daerah modern dan metropolitan.

Tepatnya didalam Menara Palma; gedung tinggi berkaca biru terang, yang terancang dengan sangat modern, gue masuk untuk pertama kalinya...

Menara Palma Pukul 09.30

Sejenak gue duduk di lobby lantai dasar sembari menikmati beberapa waktu sebelum sesi wawancara (dan juga sambil mengingat-ingat 5 pertanyaan yang gue pelajari tadi pagi -- kali ini tanpa cermin).

"Saya ada wawancara jam 10.00 di kantor Wego", begitu kata gue ke salah satu petugas disana yang memiliki kartu untuk masuk ke area lift. 2 ... 3 ... 4 ... 5 ... 6 ... 7 ... 8 ... 9 ... 10: Lantai office Wego Indonesia.

Dua kata yang dapat menggambarkan office Wego Indonesia: Wow, sweeet! Asli, pewe banget. Gue langsung teringat sama office-office yang suka gue lihat sewaktu masih di Jogja (buat lo yang tertarik melihat foto-foto perusahaan raksasa diluar negeri yang nggak jauh bedanya sama playground anak-anak, you better visit www.officesnapshots.com).

"Mau ketemu sama siapa, mas?"
"Saya ada jadwal wawancara magang disini, pak" 
"Dengan siapa, mas?"
"Em, kalau bukan ka Carla, ka Sica, pak" 
"Ok tunggu disini bentar ya, duduk aja."

Sambil menunggu, gue mulai memandang desain interior seputar office ini yang dirancang se-lay-low mungkin, yang begitu menggiurkan, sambil memegang salah satu majalah yang tergeletak diatas meja lobby Wego. (Mangap mode: ON!)

Satu hal yang bikin gue surprised pagi itu, ternyata Wego Indonesia membangun kerjasama dengan Valadoo.com, juga sebuah situs travel di Indonesia. Lo harus lihat, websitenya top.

Anyways, kembali pada muka normal (which is, berhenti pasang muka nora, atau seenggaknya mingkem) gue lupa majalah apa yang gue baca, yang gue ingat adalah itu majalah dari Bali yang memamerkan hotel-hotel rekreasi disana. Oh dear, when will I be seeing Bali again? Serentak pikiran gue kembali melayang pada masa SMA dimana, bareng teman-teman, gue menginap di Hotel Risata Bali selama satu Minggu.

Bali itu nggak ada duanya di Indonesia. Kota paling seksi. Kenangan paling keren yang masih membentuk memori dibenak gue adalah ketika gue dikerjain sama teman gue sampai gue diajak tampil sama band di SC Bar (bar yang terletak didekat monumen bom Bali).

Gue adalah seorang pemalu, tapi entah kenapa gue merasa pede banget waktu memainkan Don't Look Back in Anger-nya Oasis! Gokilnya lagi, they gave me an applause, a big one! Hahaha how I missed the old days...

"Puasa nggak, mas?", wah kaget gue. Daydream gue dipotong sama FO Wego yang menawarkan gue segelas plastik Aqua.

"Puasa pak, makasih", dengan senyum (supaya nggak kelihatan bego kenapa tiba-tiba nih orang kaget).

Nggak lama kemudian, Sica memanggil gue buat melaksanakan sesi wawancara. *This is when you do the drum roll*

Pertanyaan-pertanyaannya sangat sederhana, tapi menarik, dan gue rasa emang udah dapat menilai karakter seseorang dengan pertanyaan sesimpel itu.

Mau sesimpel apapun, gue akan selalu berkeringat; deskripsi gue yang paling dewasa kalau ada teman lo yang nanya kaya gimana gue orangnya. Kayanya untuk beberapa kali gue berhasil membuat Sica bingung kenapa diruang ber-AC ini muka gue banjir.

Ada pertanyaan yang dengan lancar bisa gue jawab, ada pula yang harus gue "em... em..."-kan. Dari semuanya, fair & square lah menurut gue hehe.

Disaat wawancara, Sica sempat menanyakan media gue, Ournalism, dan menayangkan situsnya di layar flat-screen office Wego. "Wah Ournalism ditayangkan di office Wego!", dalam hati gue (jujur lho nih). Seselesai wawancara, gue dikabarin Sica kalau mereka akan mengumumkan hasilnya besok at latest.

Di lobby tempat daydreaming gue, gue melihat tiga anak muda yang siap untuk diwawancara setelah gue. Nggak ada satupun yang gue kenal. Semoga kalau diterima, mereka asik, amin, hehe.

Gue pun kembali ke halte TransJakarta setelah semuanya beres. Namun salah naik busway karena lagi asik mendengar lagu Carry On-nya Fun.

Untung aja gue turun di halte pertama (kalau nggak, gue bakal nyasar sampai ke Monas).

Di Sudirman, gue cukup menunggu lama sampai keretanya datang. Selama perjalanan, yang ada dipikiran gue cuma satu, "diterima nggak ya, diterima nggak ya".... Mau dengar lagu metal, pop, K-pop, house, atau apa kek, pikiran gue akan selalu melontarkan pertanyaan itu berulang kali.

Yasudahlah. Lupakan saja. Toh kalau nggak diterima, gue ada waktu yang lebih longgar buat menyelesaikan skripsi...

Disaat gue ngantuk dalam perjalanan dari Tanah Abang ke Serpong, gue tiba-tiba bangun karena kaget melihat ibu-ibu yang mengotong bayinya didepan gue tiba-tiba melepas kancing bajunya dan menyusui anaknya. Maksud gue, itunya jelas banget! Oh man, speaking of social etiquette, is this even appropriate?

Biar nggak terlihat seperti seorang pervert, gue merem dan pura-pura tidur, biar ibunya nggak terganggu juga (mengingat gue juga nggak pengen dilihat kalau gue jadi dia hehe).

Dari Sate Padang Menjadi Tongseng

Tiba dirumah. Jarum jam udah menyentuh angka 11. Aah, akhirnya sampai juga. Habis beres-beres, melototin makanan dan minuman didapur, buka-buka internet, main tab, gue kemudian terlentang diatas karpet bagaikan ikan hiu yang terdampar dari lautan Samudera Hindia.

Bangun-bangun udah Jum'at siang! (Aslinya, ada beberapa kejadian di Kamis malam dan Jum'at pagi, tapi karena gue capek ngetik, langsung gue lompatin kesini aja ya). Sore ini, Sate Padang yang kemarin dikirim Sica secara online telah berubah menjadi Tongseng, makin mak nyus!

Tongseng ini juga dikirim sama Sica. Isinya adalah, diantara 300 pelamar, gue telah lolos menjadi intern Wego Indonesia tahun ini! Woohoo!!!

Semua akan dimulai pada Senin depan. Tunggu cerita petualangan jurnalistik gue ya!

Salam :)

Wednesday, July 17, 2013

15 Maret 2013


Ada apa dengan 15 Maret 2013? Let's cut to the chase, I really missed MSN Online Messenger! Sangat disayangkan, cuma sedikit yang menggunakan sosmed ini sekarang.

Setelah bertahun-tahun berkomunikasi sama teman-teman gue lewat Twitter, Skype, Facebook, dan sebagainya, gue pernah iseng membuka akun chat MSN gue. Diantara ratusan teman gue yang dulunya online dari waktu ke waktu, sekarang none. Mereka semua beralih ke sosmed yang udah gue sebutin sebelumnya.

Gue paham kalau semuanya, nggak cuma dalam kisah percintaan, tapi teknologi juga, harus move on dan live on. Tapi tetap aja, kadang kala gue kangen masa-masa muda gue dulu. SMA: Pulang sekolah, nongkrong bentar, kemudian OL (sebutan "online" mereka dulu).

Terkadang gue sedih kalau harus menerima fakta dimana kita semua secara nggak langsung dipaksa untuk menggunakan sosmed yang lebih up-to-date.

Hampir setiap pulang sekolah gue selalu OL. Kalaupun ada PR atau janji-janji yang harus gue tepatin setelah gue sampai dirumah, gue selalu menyempatkan OL. Buat lo yang lagi bernostalgia seperti ini, pasti pernah mendengar teman-teman lo bilang:

"Eh, entar malam lo OL nggak?", atau
"...gue jelasin pas lo OL aja deh."

Dan kerap istilah OL itu mengartikan "online via MSN". Bukan Twitter, dan juga bukan Facebook (dua sosmed yang masih membumi hingga saat ini).

MSN sangat bersejarah dalam hidup gue. Nggak penting banget, emang. Tapi kalau udah yang namanya sejarah, it should never be forgotten.

MSN adalah sosmed pertama yang gue aplikasikan dalam lingkup dunia sosial, berbarengan dengan Myspace, sewaktu masih di Vienna. To talk about homeworks, we do it on MSN. To plan a vacation, MSN. Playing Tic-Tac-Toe, MSN! Sepertinya jaman itu adalah saat @hotmail, @live, dan @rocketmail laris banget di kalangan muda.

Gue yakin, anak-anak muda yang udah bertahun-tahun menggunakan hotmail, live, atau rocketmail untuk mengakses e-mail mereka, pasti pernah chatting via MSN. Suksesnya perusahaan chatting ini, orang-orang sampai membuat akun hotmail dan sebagainya hanya untuk chatting via MSN.

MSN itu mirip banget sama Yahoo Messenger (YM), hanya saja YM bertahan lebih lama. MSN Online Messenger resmi ditutup oleh perusahaan Microsoft pada 15 Maret 2013 karena kalah bersaing dengan sosmed lainnya. Sedih.

Oh Timberland, After All These Years


Malam ini gue ngetweet "It's disastrous! Thank god everything has been well swept. I am not happy for tonight's rain". Mungkin yang cuma baca dan nggak tau situasi gue saat ini bakal bingung. Maksudnya apa?

Jadi begini, malam ini hujan deras banget. Untungnya, atap rumah gue fine-fine aja, nggak bocor atau apa. Cuma, beberapa hari yang lalu, orang tua gue manggil tukang untuk memperbaiki saluran air dari keran yang ada didalam dan diluar rumah. Ternyata, nggak semua orang itu melakukan kerjaannya sampai tuntas. Maksud gue, kalau kerjaan mereka tuntas, nggak mungkin gue menulis celotehan ini.

Dari jam 19.00 sampai 21.00, kami, satu keluarga, membersihkan rumah akibat saluran air yang mampet dan air hujan yang tersebar kemana-mana. Malam ini, rumah gue banjir!

Nyokap udah mulai panik, dan dirumah cuma ada gue dan abang gue. Bokap dan abang gue yang satu lagi belum pulang. Untungnya, nggak lama kemudian, bokap pulang dan bareng-bareng kami mengusir semua air hujan yang masuk ke dalam rumah.

It wasn't hard for us, walaupun biasanya kami semua bakal panik, tapi nggak buat kali ini Nggak tau ada angin apa, tapi semuanya santai dan menikmati keadaan basah ini. Bulan puasa dan rumah banjir, how anymore worse could this be? Only god knows, so just let it be.

Tanpa berpikir dua kali kami semua bergegas menghilangkan air hujan. Ada yang masuk ke kamar abang gue, kamar gue, ke gudang dibelakang, dan sebagian lainnya masuk ke ruang tamu (celakanya membasahi stopkontak yang ada diruang tamu). Celakanya lagi, listrik tiba-tiba mati. Nyokap kemudian nanya ke abang gue, "dek, kamu matiin listriknya ya?", ternyata mati karena air hujannya udah berhasil merampas tenaga listrik dirumah.

Gue dapat bagian gudang yang ada dibelakang. Udah hampir dua jam, dan sampai detik ini nggak ada yang panik (ya paling cuma sekali-dua kali gue sedikit panik karena bokap masukin tangannya ke lobang air yang kotor dan memegang barang-barang dirumah tanpa mencuci tangannya terlebih dahulu).

Entah kenapa, semuanya kami nikmati. Pas gue bersih-bersih gudang dibelakang, gue nemu artefak! Model sepatu boot (sepatu Timberland yang sering gue pakai sewaktu masih di Vienna) yang gue buat dari clay atau tanah liat. Wow, this is my history. Waktu kemudian berputar... Ingatan kembali pada waktu dimana gue masih kelas 5 SD di Vienna International School. Guru kelas Seni Rupa gue menyuruh kami semua untuk membuat sebuah profil dalam bentuk clay. Begitulah tugas kami, dan gue buat sepatu ini karena gue cinta sama musim salju (dan juga karena gue selalu memakai boots ini saat musim salju).

Pesan gue dalam cerita ini adalah, disaat keadaan itu buruk atau cenderung membuat orang-orang panik, don't be, just be cool. Nikmatin aja, karena semua bakal beres dengan lebih cepat kalau kita nikmatin, dalam hal apapun itu. Hasilnya, we could stumble upon many things unexpected. Dan itu sangat menarik.

Tuesday, July 16, 2013

Tantangan Berat: Sebuah Lagu Cinta


Satu Minggu sebelum libur panjang akhir semester ini, kami, satu Jurusan HI yang memilih Mandarin dan diajarkan oleh Laoshi Vera, harus menampilkan sebuah lagu secara individual dan dinyanyikan dalam bahasa Mandarin untuk mendapatkan nilai ujian akhir semester (UAS).

Ujian ini menurut gue cukup menantang. Untuk meraih A, kami harus mengucapkan setiap hanzi (huruf Mandarin) dengan intonasi yang benar. Buat lo yang belum tau, setiap kata dalam bahasa Mandari memilki intonasi naik, turun, datar, dan turun-naik *sorry kalau ini sedikit membingungkan, gue nggak tau istilah-istilahnya soalnya*.

Sebelum menyanyikan lagu yang kami pilih, masing-masing harus menceritakan makna lagu tersebut. Gue memilih lagu lawas yang sering diputar ketika Hari Raya Imlek (khususnya di daerah pecinan Kota Lama, Semarang), "Lao Shu Ai Da Mi" (Tikus Mencintai Beras).

Intinya, lagu ini tentang cinta. Tentang seorang perempuan yang jatuh cinta pada seorang lelaki. Awalnya, gue penasaran kenapa judulnya "Tikus Mencintai Beras", maksud gue, kayanya udah merupakan sebuah pengetahuan umum kalau tikus cintanya sama keju, bukan beras. Sampai sekarang sejujurnya gue masih penasaran. Anyways, ini liriknya:

Lao Shu Ai Da Mi 

Wo ting jian ni de sheng yin
(Jikalau aku mendengar suaramu)
You zhong te bie de gan jue
(Aku merasakan sebuah keistimewaan)
Rang wo, bu duan xiang, bu gan zai wang ji ni 
(Bila ku pikir, ku tak ingin melupakanmu)
Wo ji de you yi ge ren 
(Setiap hari ku ingat)
Yong yuan liu zai wo xin zhong
(Kau selalu ada dipikiranku)
Na pa zhi neng gou zhe yang de xiang ni
(Meskipun aku tahu semestinya tidak harus seperti ini)

Ru guo zhen de you yi tian
(Di waktu yang akan datang nanti)
Ai qing li xiang hui shi xian 
(Cinta ini akan menjadi nyata)
Wo hui jia bei nu li hao hao dui ni yong yuan bu gai bian
(Ku tak akan berubah, ku akan mencintaimu selamanya)
Bu guan lu you duo me yuan
(Aku tak peduli betapa bodohnya ini)
Yi ding hui rang ta shi xian 
(Aku ingin mimpi ini menjadi nyata)
Wo hui qin qin zai ni er bian dui ni shuo (dui ni shuo)
(Aku ingin mengatakan sesuatu, dan aku ingin kau tahu, (aku ingin kau tau).....

Wo ai ni ai zhe ni
(Aku mencintaimu)
Jiu xiang lao shu ai da mi
(Seperti tikus mencintai beras)
Bu guan you duo shao feng yu wo dou hui yiran pei zhe ni
(Walau badai akan menyerang kita, aku akan selalu disampingmu) 
Wo xiang ni xiang zhe ni
(Aku kangen kamu)
Bu guan you duo me de ku
(Aku tak peduli betapa susahnya ini)
Zhi yao neng rang ni kai xin wo shenme dou yuan yi... zhe yang ai ni (
Aku hanya ingin kau bahagia, semuanya aku lakukan untukmu)

Sunday, July 14, 2013

Cerita Konyol Gue 15 Tahun Silam


15 tahun silam, bareng keluarga, gue mendarat di Schwechat: Bandara Internasional di Austria. Perjalanan ini merupakan kali pertama gue menginjak negeri orang. Luckily for me, gue berangkat bareng keluarga (secara saat itu usia gue masih tujuh tahun dan sama sekali belum bisa bahasa Jerman. Inggris aja bahkan nggak bisa).

Baru berusia semua itu, gue udah diberkahi oleh cuaca dibawah nol derajat celsius. Sebetulnya bukan suhunya yang gue banggakan, tapi saljunya; dingin, menggigil, yet very beautiful. Satu keluarga ini bisa mendarat di negeri ketiga paling indah sedunia ini berkat usaha nyokap gue sampai keterima di IAEA, PBB.

Dari Schwechat kita langsung check-in di sebuah hotel (gue lupa apa namanya) di ibu kotanya, Vienna. Perjalanan dari bandara ke Vienna sekitar dua jam.

Lo harus tau, Vienna adalah kota yang sangat elok, banyak pohon, bermacam seni (contohnya kalau lo ke Stephansplatz -- distrik 1 -- lo bakal melihat breakdance dari orang-orang Brasil, permainan Diabolo, orang-orang berpura-pura jadi patung), jumlah populasi turis yang sangat tinggi, dan masih banyak lagi yang selebihnya bakal gue post di lain waktu).

Penginapan kita nggak jauh dari Alte Danau; danau luas yang sering dilewatin orang pas udah beku saat musim salju. Tapi harus hati-hati, kalau nggak salah, gue pernah dengar ada yang meninggal diatas danau itu akibat bermain ice skating.

Huh, nggak ingat gue nama hotelnya apa, tapi yang pasti gue ingat adalah gue cinta mati sama telur rebus yang mereka saji tiap pagi buat sarapan. Kita cuma stay beberapa hari disini, sebelum setelah itu pindah ke distrik 3 untuk mencari apartment yang udah dibooking sama nyokap gue. Apartment ini berlokasi di Landstrasse.

Daerah ini lumayan strategis, banyak tempat belanja yang jadi doyanan nyokap, transportasi umum yang mudah terjangkau, toko-toko mainan yang lumayan murah. Oh dan ada rental film juga (yang membuat gue terkejut karena ada bagian khusus penyewaan film-film porno hahaha). Apa lagi ya? Ada toko barang bekas juga (hobi bokap gue), wisata kuliner, dan lain-lainnya. See for yourself, someday :)

Kalau nggak salah di Minggu kedua gue udah masuk sekolah, kelas 2 SD. Sebenarnya gue udah tamat 2 SD sebelum berangkat kesini. Bukan karena gue veteran, tapi tampaknya sistem pendidikan disini berbeda. Rata-rata emang pada belum naik ke kelas tiga yang seumuran sama gue.

Anyways, ditengah benua Eropa inilah gue dibesarkan, mengenal arti pertemanan dan kehidupan. Suka dan duka, winter until summer, gendut sampai kurus, dari rapper sampai jadi rocker, yang dulunya pemain basket beralih jadi pemain rugby. Vienna, kota yang begitu berkesan dalam hidup gue. Kota dimana gue:
  • Pertama kali belajar gitar, 
  • Belajar bahasa Inggris & Jerman,
  • Belajar cara menulis puisi,
  • Menggunakan puisi itu untuk mendekati cewek,
  • Mengalami penolakan dari cewek setelah nunjukkin puisi itu,
  • Menulis latin (huruf sambung),
  • Selesai Iqra lalu mulai Qur'an,
  • Pertama kali belajar kimia, Fisika, dan sejenisnya,
  • Pertama kali bermain rugby (nggak ada duanya),
  • Pertama kali ditackle sampai kolor gue melorot,
  • Belajar skateboard,
  • Belajar basket,
  • Belajar mengikat tali sepatu,
  • Belajar cara cebok (okay jijik, tapi true story),
  • dan lain-lainnya. 
Out of so many things, Vienna membuat gue...
  • Diakui pertama kalinya sebagai “man of the match” dalam pertandingan futsal waktu kelas 4 SD,
  • Dikenal sebagai murid pertama yang membentuk band rock diangkatan gue,
  • Dan kemudian dikenal sebagai gitaris termuda di acara sekolah gue yang bernama VIS Rocks,
  • Dekat sama cewek blasteran (0.5 Perancis 0.5 Inggris)
  • Menemukan kekasih pertama gue (sekarang mantan),
  • Pertama kali dipanggil "Eddie",
  • Dirampok tapi berhasil kabur,
  • Pertama kali snowball fight dan bikin snowman, lalu dihancurkan sama teman gue,
  • Pertama kali makan babi (nggak sengaja kemudian penasaran pengen lagi),
  • Pertama kali gue naksir sama guru olah raga gue Ms. Allison,
  • dan lain-lainnya. 
Vienna membekas memori yang begitu melekat dalam otak gue. 8 tahun disini benar-benar sebuah petualangan. Gue ingat banget, waktu kelas 4SD, gue dan teman gue nangis gara-gara nggak dijemput sama abang gue. Waktu itu gue pikir gue hilang didaerah yang jauh dari rumah gue, ternyata cuma 10 menit-an dari tempat gue.

Selain itu, ada cerita romantis. Gue pernah pedekate sama cewek dari sekolah lain, dari Vienna Christian School (VCS), namanya Kimberly. Panggilannya “Kim”. Sehabis nongkrong dijalan pulang, Kim minta dipegang tangannya (sambil senyum-senyum malu gue ingat banget). Tapi tebak apa yang ada dipikiran gue waktu itu.... Gue pikir dia minta makanan yang lagi gue bawa, yang barusan kita beli bareng. So, instead of giving her my hands, I gave her our food. Gue akhirnya sadar kalau gue tolol setelah Kim curhat sama temannya dan temannya cerita ke gue.

Dari kehidupan di sekolah dan diluar sekolah, semuanya jadi indah. Had a real good time with my family and friends. Ini baru part satu cerita konyol gue di Vienna, selanjutnya bakal tetap gue post. Keep "walk the blog".

Friday, July 12, 2013

Tidak Ada Aksi, Hanya Bodoh dalam Berbicara


Tanggal 6 Juni kemarin, media online gue dapat jadwal liputan ke sebuah festival yang diselenggarakan oleh Indonesian Youth Conference (IYC) di Gedung Annex, Wisma Nusantara, Jakarta.

Festival ini menggelar beberapa sesi seminar yang, menurut gue, semuanya berpaku pada satu tujuan yang sama yaitu, mendorong anak-anak muda buat beraksi (which I thought was what young people need to learn nowadays).

Salah satu keynote speaker mereka adalah Danny Wirianto. Gue ingat banget, diakhir seminarnya, mas Danny mengutip, "stop complaining, just do something!", ke seorang cewek yang menanyakan tentang apa yang harus dia lakukan dikala gagal.

Kutipan mas Danny adalah topik gue malam ini. Cocok banget buat menggambarkan orang-orang yang selalu menjelekkan orang lain, padahal dirinya sendiri seperti itu. Contoh yang paling gampang adalah aktivitas manusia saat berhadapan dengan keadaan macet di jalanan.

Mereka yang tinggal didaerah padat (kaya Jakarta), mungkin akan menyeletuk kalau cara orang-orang membawa kendaraan itu pada tolol. Mobil, motor, sama aja. Yang akhirnya kesal dan nggak memberi kesempatan buat mobil atau motor yang lain untuk berpindah jalur. Ya kan?

Di waktu yang sama, mungkin mereka nggak sadar kalau omongannya juga mencirikhaskan karakter mereka, atau siapapun dalam keadaan macet. Well, 70 up to 90% of the population.

Ini adalah celetukan yang sering gue dengar dari teman-teman dan saudara gue kalau kena macet:

"Dasar, angkot!"
"Punya spion nggak sih?!"
"Nggak ngeliat apa disebelah lo ada mobil?!"
"Typical Indonesians..."
...Turunin jendela kemudian teriak, "wey dasar bego!"

Gue pun yang lagi menulis ini sama! Sering kok gue nyeletuk kaya gitu. Tapi, satu hal yang buat gue sadar sekarang adalah, udah saatnya kita "stop complaining and just do something!" Udah saatnya kita beraksi. Talk less, do more. Jangan omdo.

Sekian dari gue, semoga nggak ada yang offended, karena tulisan ini gue tulis buat kebaikan kita bersama. Kita punya dua opsi, either we do something to solve it or, seperti yang dikutip Gandhi, "patience is to win the battle".

Buat lo yang pengen baca press-release acara IYC, klik disini

Ice-breaking: Tradisi Obrolan Gue & Ayah


“Do we still have good people who are willing to be the President?” Pertanyaan besar yang masih bikin gue penasaran (banget) sampai sekarang. Kayanya, semakin dalam seseorang menggali makna politik, semakin banyak pertanyaan yang bakal muncul di kepalanya. Rata-rata, nggak bakal gampang percaya dan cenderung skeptis.

Tanggal 3 Juni kemarin, gue mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. It’s gonna be a two-month holiday, yay! Udah pasti gue kangen sama keluarga, sama masakan nyokap, lelucon bokap, obrolan ngalor-ngidul bareng dua abang gue, dan teman-teman lama.

Nggak kaya biasanya, dimana setiap sampai bandara gue disuruh pulang naik X-trans, kali ini bokap langsung jemput gue di bandara. Bokap dan gue punya suatu tradisi ketika kita ngobrol berdua (dan paling sering didalam mobil menuju suatu tempat), mau dimulai dengan topik apapun itu, pasti berujung pada pembicaraan tentang politik. Sering banget gue coba break the ice dengan melempar pertanyaan yang sekiranya nggak ada hubungannya sama politik:

Ice-breaking #1 (di jalan pulang dari Bandara)

Gue: Udah mau puasa ya, pah? Wah, harus ngurangin nonton acara Pak Bondan nih.
Papah: Tanggal 9 puasanya. Eh, kamu udah mau skripsi kan? Kamu bahas tentang Pak Bondan aja, dia dulu wartawan investigatif buat Suara Pembaruan, ngebongkar Kasus Busang. Menarik banget lho, Bing.
Gue: Dia wartawan?! *dengan malunya gue baru tahu kalau Pak Bondan dulunya wartawan*

Ice-breaking #2 (pas lagi on the way ke Depok)

Gue: Kenapa macet mulu sih di Depok?!
Papah: Coba kamu liat sendiri, Bing. Gini nih, pemerintah kita nggak becus! Macet banget gini dan nggak ada satupun polisi yang ngatur.

Pulang kampung, ngobrolin politik, di kampus juga ngomongin politik (udah pasti). Kalau lagi nongkrong bareng teman-teman juga ada aja yang ngomongin politik. Gue rasa bukan gue doang yang berada dalam situasi kaya begini. Maksud gue, orang yang nggak bergelut dalam dunia politik juga pasti ngomongin politik. Somehow, we just can't avoid it.

Sesering apapun itu, sampai sekarang gue tetap aja belum bisa menjawab "masih ada nggak sih manusia yang baik, yang pengen jadi presiden?"

Pernah sekali dijawab sama bokap gue, kalau pemilu itu sebuah perlombaan demi mengamankan kelompok tertentu. Tepatnya, bukan untuk memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat, melainkan pelarian dari sebuah masalah -- masalah yang sedang dihadapi oleh para Capres dan Cawapres.

Menurut gue, jawaban itu masuk akal. Kalaupun ada manusia yang baik, bermoral jujur, beretika sopan, dan sebagainya, kemungkinan kecil dia mau terjun dalam sebuah partai atau pemilu. So, is politics the solution for those who aren't good people? Kenapa harus dipelajari kalau begitu? Supaya kita bisa jaga-jaga sama orang-orang kaya begitu?

Mempertanyakan politik sama aja kaya mempertanyakan tuhan bagi orang-orang ateis.

Thursday, July 11, 2013

Menganggur dalam Penyesalan - Gue Bukan Pemalas!

 

Liburan ini begitu membosankan. Gue sadar, gue termasuk salah satu dari sekian banyaknya manusia di bumi ini (atau tepatnya, di Jakarta dan Jogja) yang nggak bisa mengatur waktu dengan baik. Yang nggak bisa mengutamakan mana yang lebih penting. Yang, kata orang-orang, perfeksionis. Tapi dari semua itu, gue dapat menyimpulkan kalau gue bukan seorang pemalas. "Malas" adalah sifat dan gaya hidup yang paling gue benci.

Kampus gue, UMY, membolehkan seluruh mahasiswa HI buat menjadikan magang sebagai pengganti KKN. Waktu itu gue langsung kepikiran Rolling Stone Online Indonesia (RS INA), karena gue hobi menulis dan musik indie sebagai musik yang paling gue cintai (dan juga karena setelah gue check situsnya, emang mereka lagi membuka program magang).

Payahnya gue, disaat harus mempersiapkan segala syarat untuk mengikuti magang di RS INA, gue malah keep on sibuk sama media yang lagi gue kelola (buat lo yang belum tau, kunjungi www.ournalism.com atau follow Twitternya @OurnalismID).

Nah! Itu dia, lagi-lagi gue nggak terdidik dalam mengatur waktu. Akhirnya, gue dengar dari dosen gue kalau program magang bakal dihapus. Dalam artian, hanya KKN yang menjadi syarat kelulusan. Yassalaam... Telat banget sudah. Untuk mengikuti magang di RS INA, kampus mahasiswa magang harus menjadikan PKL atau program magang sebagai syarat kelulusan. Tanpa berfikir dua kali, "bodo amat lah, bakal tetep gue coba", dalam hati gue.

Masuk Musim Liburan 

Sekarang kampus gue lagi libur. Libur sampai awal September dan gue belum dengar kabar dari RS INA. Kesal. Kecewa. Resah. Campur aduk. Nggak mau tau, pokoknya liburan ini gue harus ada kegiatan, entah itu part-time, volunteering, atau hanya sekedar dirumah nyuci-nyuci. Pokoknya harus ada.

Gue mulai kirim CV dan contoh naskah gue ke beberapa instansi (yang menyediakan magang). Waktu itu gue iseng coba kirim ke sebuah EO di Semarang yang lagi mempersiapkan sebuah acara, dan langsung dikontak besok paginya. Duh, tapi di Semarang, dan gue lagi liburan di Jakarta. Jauh, pusing, nggak bisa, cancel, very sorry.

Membaca Cerita Bahagia Orang Lain ditengah Kekecewaan Diri Sendiri

Attach, send, attach, send, attach, send, attach, send adalah kesibukan gue belakangan ini. Attach CV, send ke alamat tempat magang. And then we wait. Kalau kata abang dan teman-teman gue, jarang banget tempat magang langsung confirm ke kita. Minimal sebulan lah. Yaudah nggak masalah, itung-itung kalau mereka confirmnya akhir Juli, gue masih free sampai akhir Agustus. Demi magang!

Saking berminat dengan kegiatan magang sekaligus penasaran sama teman-teman gue yang lagi magang, gue mulai memanfaatkan situasi ini buat media yang gue kelola. "Daripada gue kecewa mikirin liburan ini yang nol kegiatan magang, kenapa nggak minta teman-teman gue aja buat sharing pengalaman magang mereka?!", pikir gue setelah itu.

Inilah saatnya gue membangun rubrik baru dalam Ournalism.com. Berbagi testimoni seputar pengalaman magang mahasiswa Indonesia. Buat lo yang lagi atau penah magang di tempat yang menurut lo menarik buat di share, klik disini ya: http://goo.gl/KJqrU

Nanti bakal gue muat dalam Ournalism.com. Setiap testimoni cuma 1 halaman.

Yaa, begitulah perasaan gue sekarang ini. Gue tau gue harus lebih baik dalam mengatur waktu buat kedepannya. Tapi gue selalu yakin, meskipun gue nggak pandai mengatur waktu, gue bukan seorang pemalas.